ArticlePDF Available AbstractAbstrakStudi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan pemeriksaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia. Dalam penelitian ini, kepatuhan Wajib Pajak ditinjau berdasarkan kepatuhan materialnya yaitu jumlah Pajak Penghasilan PPh Terutang yang dilaporkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan moetode kuantitatif dengan menggunakan pendekatan difference-indifferences DID. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis regresi, bahwa secara keseluruhan pelaporan PPh Terutang untuk Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak lebih tinggi jika dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak sehingga kegiatan pemeriksaan pajak ini masih perlu untuk dilakukan pada masa mendatang sehingga dapat menunjang pencapaian target penerimaan pajak. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI INDONESIA Agung Putro Aspexsia Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada aspexsia Abdul Halim dan Arizona Mustika Rini Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada Abstrak Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan pemeriksaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia. Dalam penelitian ini, kepatuhan Wajib Pajak ditinjau berdasarkan kepatuhan materialnya yaitu jumlah Pajak Penghasilan PPh Terutang yang dilaporkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan moetode kuantitatif dengan menggunakan pendekatan difference-indifferences DID. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis regresi, bahwa secara keseluruhan pelaporan PPh Terutang untuk Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak lebih tinggi jika dibandingkan dengan Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak sehingga kegiatan pemeriksaan pajak ini masih perlu untuk dilakukan pada masa mendatang sehingga dapat menunjang pencapaian target penerimaan pajak. Kata kunci Pajak, Pajak Penghasilan Terutang, Pemeriksaan Pajak, Kepatuhan Wajib Pajak Abstract This research aims to determine the impact of audit activities on taxpayer compliance in Indonesia. In this study, taxpayer compliance is reviewed based on material compliance, namely the amount of reported Income Tax. To achieve this goal, this study uses a quantitative method using the difference-indifferences DID approach. The results showed that based on regression analysis, the overall reporting of Income Tax payable for taxpayers who carried out a tax audit was higher compared to taxpayers who did not experience tax audits. It can be concluded that the tax audit can improve taxpayer compliance so that this tax audit activity still needs to be carried out in the future so that it can support the achievement of the tax revenue target. . Key words Tax, Income Tax, Tax Audit, Tax Compliance PENDAHULUAN Pajak merupakan penerimaan negara terbesar di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Menurut Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak DJP, porsi penerimaan pajak di dalam APBN pada tahun 2009 sampai dengan 2016 mencapai lebih dari 60% dari total keseluruhan penerimaan negara. Untuk tahun 2016, penerimaan pajak didominasi oleh Pajak Penghasilan PPh, baik berupa PPh Migas dan PPh Non-Migas, yaitu sebesar 60,23% DJP, 2017. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran PPh dalam penerimaan negara. Dalam melaksanakan kegiatan pemungutan pajak, Indonesia menganut sistem self assessment yaitu sistem yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar serta melaporkan sendiri pajak terutang yang menjadi kewajibannya. Menurut Fatt dan Khin 2011, kepatuhan Wajib Pajak merupakan pilar utama dalam sebuah sistem perpajakan self-assessment. Tanpa adanya kepatuhan dari Wajib Pajak sistem perpajakan self-assessment tidak akan dapat berjalan dengan optimal. Brooks 2001 berpendapat bahwa pemeriksaan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak tersebut. Senada dengan Brooks, OECD 2006 menyebutkan beberapa peran penting dari pemeriksaan pajak salah satunya adalah meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Pasal 29 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan UU KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kegiatan pemeriksaan pajak terus dilakukan oleh DJP hingga saat ini. Pada tahun 2016, kegiatan pemeriksaan pajak telah menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan DJP, 2017. OECD 2006 mengungkapkan bahwa kegiatan pemeriksaan pajak mempunyai dampak terhadap peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Santoso 2008 mengungkapkan salah satu ukuran peningkatan kepatuhan adalah peningkatan pembayaran pajak dengan lengkap dan benar. Di sisi lain, berdasarkan Laporan Tahunan DJP 2009-2016, diketahui bahwa penerimaan perpajakan Indonesia tidak mencapai target sejak tahun 2009. Kondisi ini menimbulkan pertayaan apakah pemeriksaan yang selama ini dilakukan oleh DJP telah dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang bermuara kepada peningkatan penerimaan. Alm 2012 mengungkapkan bahwa dalam upaya untuk menjelaskan mengenai kepatuhan atau ketidakpatuhan Wajib Pajak, terdapat salah satu macam cara, model, atau pendekatan penelitian yang dapat dilakukan yaitu pendekatan empiris. Terdapat beberapa penelitian empiris mengenai pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak setelah dilaksanakan pemeriksaan Bergman dan Nevarez 2006, Niu 2010, Gemmell dan Ratto 2012, dan DeBacker et. al. 2013. Bergman dan Nevarez 2006 meneliti tentang pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak dalam rerangka Pajak Pertambahan Nilai di Argentina dan Chile. Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa setelah pemeriksaan pajak, kepatuhan Wajib Pajak akan cenderung menjadi lebih rendah daripada kepatuhan Wajib Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan pajak. Niu 2010 meneliti tentang pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam rerangka Pajak Penjualan Sales Tax di negara bagian New York, Amerika Serikat. Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa setelah pemeriksaan pajak, kepatuhan Wajib Pajak akan cenderung lebih tinggi daripada kepatuhan Wajib Pajak yang tidak diperiksa. Gemmel dan Ratto 2012 meneliti tentang pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam rerangka Pajak Penghasilan di Inggris. Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa untuk Wajib Pajak Patuh, setelah dilakukan pemeriksaan pajak, kepatuhannya akan cenderung menjadi lebih rendah daripada sebelum dilakukan pemeriksaan pajak. Untuk Wajib Pajak Tidak Patuh, setelah dilakukan pemeriksaan pajak, kepatuhannya akan cenderung menjadi lebih tinggi daripada kepatuhan sebelum dilakukan pemeriksaan pajak. DeBacker et al. 2013, 30 meneliti tentang pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam rerangka Pajak Penghasilan di Amerika Serikat. Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa segera setelah dilakukan pemeriksaan pajak, kepatuhan Wajib Pajak akan cenderung menjadi lebih rendah dan akan terus menurun hingga stabil dalam tingkat yang lebih rendah dibandingkan kepatuhan Wajib Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan pajak. Dalam rangka memastikan terjadinya perbaikan kepatuhan Wajib Pajak setelah dilakukan pemeriksaan, PMK-17/ tentang Tata Cara Pemeriksaan dalam pasal 11 huruf i menyebutkan bahwa salah satu kewajiban pemeriksa pajak adalah melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis. Secara implisit, maksud dari peraturan tersebut menghendaki adanya corrective effect dari kegiatan pemeriksaan. Corrective effect merupakan pengaruh perubahan kepatuhan atas diri Wajib Pajak itu sendiri setelah dilakukan pemeriksaan pajak Gemmell dan Ratto, 2012. KAJIAN PUSTAKA Pajak OECD 1996 mendefinisikan pajak sebagai pembayaran wajib yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung kepada pemerintah. Soemitro dalam Mardiasmo 2013 mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Adriani dalam Sumarsan 2013 mendefinisikan pajak sebagai iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum undang-undang dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukkan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sumarsan 2013 mengelompokkan pajak berdasarkan golongan dan sifat. Berdasarkan golongan, pajak dapat dibedakan menjadi pajak langsung yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain seperti Pajak Penghasilan dan pajak tidak langsung yaitu pajak yang pembebanannya dapat dipindahkan kepada pihak lain seperti Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan sifatnya, pajak dapat dibedakan menjadi pajak subjektif yang berpangkal pada subjeknya atau dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak seperti Pajak Penghasilan dan pajak objektif yang berpangkal pada objeknya dan tidak memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai. Self Assesment System Sumarsan 2013 mendefinisikan self-assessment system sebagai suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperkirakan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Okello 2014 menguraikan beberapa karakteristik dari sistem self-assessment antara lain 1 sistem self-assessment digunakan karena pada realitasnya tidak ada otoritasperpajakan yang memiliki atau akan pernah memiliki sumber daya yang memadai untuk menentukan jumlah kewajiban yang benar dari setiap Wajib Pajak; 2 sistem self-assessment berdasarkan pada ide kepatuhan sukarela; 3 sistem self-assessment tidak membutuhkan banyak informasi dan dokumen pendukung ketika proses penyampaian Surat Pemberitahuan SPT; 4 peran otoritas perpajakan dalam sistemself-assessment yang pertama dan paling utama adalah membantu Wajib Pajak untuk memahami hak dan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang; dan 5 dalam sistem self-assessment, otoritas perpajakan lebih mengandalkan pengendalian setelah penyampaian SPT seperti pemeriksaan berdasarkan resiko, penagihan, dan penyidikan terhadap pengemplang pajak. Berdasarkan Sapiei dan Kassippelai 2013, Indonesia termasuk dalam kelompok negara awal yang melakukan adopsi sistem bersamaan dengan Srilangka, Pakistan, Bangladesh, Australia, Irlandia, Selandia Baru, dan Inggris Raya. Indonesia mengadopsi sistem self-assessment pada tahun 1984. Pemeriksaan Pajak Arens, Elder, dan Beasley 2012 memberikan salah satu contoh dari compliance audit yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk menentukan apakah seseorang atau organisasi telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan atau dikenal juga dengan istilah pemeriksaan pajak. Dalam jenis pemeriksaan ini, pihak yang menjadi pemeriksa adalah petugas dari otoritas pajak yang bersangkutan. Secara sederhana, pemeriksaan pajak merupakan salah satu bentuk compliance audit karena dalam pemeriksaan ini otoritas perpajakan memastikan dipenuhinya ketentuan perpajakan oleh Wajib Pajak. OECD 2006 menyebutkan beberapa peran penting dari pemeriksaan pajak antara lain 1 meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak; 2 mendeteksi ketidakpatuhan dalam tingkatan Wajib Pajak individual; 3 memperoleh informasi mengenai kesehatan dari sistem perpajakan termasuk pola-pola perilaku kepatuhan Wajib Pajak; 4 memperoleh pengetahuan dan informasi; 5 sarana edukasi Wajib Pajak; 6 mengidentifikasi area dalam undang-undang perpajakan yang memerlukan klarifikasi atau penegasan. Dalam konteks Indonesia, pengertian pemeriksaan pajak yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 25 adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain tertentu. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, otoritas perpajakan dapat menjalankan beberapa jenis strategi pemeriksaan. Franklin 2009 menyebutkan terdapat tiga jenis strategi pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh otoritas perpajakan yaitu random audit, risk-based audit, dan network-based audit. Random audit adalah strategi pemeriksaan yang setiap Wajib Pajak memiliki kemungkinan yang sama untuk diperiksa. Risk-based audit adalah strategi pemeriksaan yang kemungkinan suatu Wajib Pajak untuk diperiksa memiliki proporsi sesuai dengan “batas kepatuhan” compliance threshold yang secara efektif menargetkan pemeriksaan berdasarkan karakteristik risiko suatu Wajib Pajak. Network-based audit adalah strategi pemeriksaan dengan kemungkinan Wajib Pajak untuk diperiksa sesuai dengan proporsi jumlah koneksi jaringan yang dimiliki oleh suatu Wajib Pajak. Dalam konteks Indonesia, strategi pemeriksaan yang dijalankan oleh DJP berdasarkan PMK-17/ tentang Tata Cara Pemeriksaan adalah pemeriksaan khusus dan pemeriksaan rutin. Pemeriksaan khusus dilakukan dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risk based selection mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan rutin dilakukan antara lain dalam hal terdapat SPT lebih bayar termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak, SPT rugi, SPT tidak atau terlambat melampaui jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Teguran disampaikan, dan Wajib Pajak yang melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Pengembangan Hipotesis Nurmantu 2005 mendefinisikan kepatuhan Wajib Pajak sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Nurmantu 2005 membedakan kepatuhan tersebut menjadi dua yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Di sisi lain, kepatuhan material adalah suatu keadaan Wajib Pajak secara substanstif memenuhi serangkaian ketentuan material perpajakan sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Brown dan Mazur 2003 menyatakan bahwa Internal Revenue Service IRS, otoritas perpajakan Amerika Serikat, membagi kepatuhan menjadi tiga jenis yaitu filing compliance, report compliance, dan payment compliance. Filing compliance adalah kepatuhan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan SPT. Report compliance adalah kepatuhan dalam menyampaikan jumlah penghasilan yang didapatkan dengan benar. Sementara payment compliance adalah kepatuhan dalam melakukan pembayaran pajak yang masih terutang secara tepat waktu. Beberapa penelitian terdahulu terkait kepatuhan Wajib Pajak menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menentukan kepatuhan Wajib Pajak. Hunter dan Nelson 1996 meneliti kepatuhan Wajib Pajak di Amerika Serikat melalui IRS untuk periode waktu 1955-1990. Hunter dan Nelson 1996 berpendapat bahwa kepatuhan Wajib Pajak ditentukan oleh isi/elemen-elemen dalam Surat Pemberitahuan SPT Pajak. Erard 1997 melakukan penelitian terkait kepatuhan Wajib Pajak di Kanada dengan sampel penelitian adalah Wajib Pajak kecil dan menengah. Erard 1997 menyimpulkan bahwa skala usaha dari Wajib Pajak akan menentukan tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak. Kemudian Joulfaian dan Rider 1998 yang melakukan penelitian untuk menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Amerika Serika, berpendapat bahwa kepatuhan Wajib Pajak ditentukan oleh jenis usaha dan tarif pajak yang dikenakan. Krause 2000 menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak ditentukan oleh pemahaman Wajib Pajak atas aturan perpajakan yang berkaitan dengan transaksi usaha yang dilakukannya. Di lain pihak, Trivedi et al. 2001 menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak ditentukan oleh moral dan etika dari Wajib Pajak tersebut. Chattopadhayay dan Das-Gupta 2002 meneliti tentang perilaku kepatuhan Wajib Pajak di India. Chattopadhayay dan Das-Gupta 2002 menyimpulkan bahwa permodalan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Terakhir, Forest 2004 berpendapat bahwa faktor yang menentukan kepatuhan Wajib Pajak adalah jenis usaha yang dijalankan oleh Wajib Pajak. Selain beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sesuai dengan beberapa penelitian di atas, terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pemeriksaan adalah faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak. Penelitian itu antara lain Clotfelter 1983, Reinganum dan Wilde 1985, Erard dan Feinstein 1994, dan Lipatov 2003. Alm 2012 mengungkapkan bahwa dalam upaya untuk menjelaskan mengenai kepatuhan atau ketidakpatuhan Wajib Pajak salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan empiris. Beberapa contoh penelitian empiris yang menyatakan bahwa pemeriksaan adalah faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak antara lain adalah Bergman dan Nevarez 2006, Niu 2010, Gemmell dan Ratto 2012, dan DeBacker et al. 2013. Bergman dan Nevarez 2006 meneliti tentang pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak dalam rerangka Pajak Pertambahan Nilai di Argentina dan Chile. Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa setelah pemeriksaan pajak, kepatuhan Wajib Pajak akan cenderung menjadi lebih rendah daripada kepatuhan Wajib Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan pajak. Niu 2010 meneliti tentang pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam rerangka Pajak Penjualan Sales Tax di negara bagian New York, Amerika Serikat. Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa setelah pemeriksaan pajak, kepatuhan Wajib Pajak akan cenderung lebih tinggi daripada kepatuhan Wajib Pajak yang tidak diperiksa. Gemmel dan Ratto 2012 meneliti tentang pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam rerangka Pajak Penghasilan di Inggris. Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa untuk Wajib Pajak Patuh, setelah dilakukan pemeriksaan pajak, kepatuhannya akan cenderung menjadi lebih rendah daripada sebelum dilakukan pemeriksaan pajak. Untuk Wajib Pajak Tidak Patuh, setelah dilakukan pemeriksaan pajak, kepatuhannya akan cenderung menjadi lebih tinggi daripada kepatuhan sebelum dilakukan pemeriksaan pajak. DeBacker et al. 2013 meneliti tentang pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam rerangka Pajak Penghasilan di Amerika Serikat. Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa segera setelah dilakukan pemeriksaan pajak, kepatuhan Wajib Pajak akan cenderung menjadi lebih rendah dan akan terus menurun hingga stabil dalam tingkat yang lebih rendah dibandingkan kepatuhan Wajib Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan pajak. Berdasarkan pemaparan di atas, maka akan dikemukakan beberapa hipotesis sebagai berikut. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak, terdapat perbedaan tingkat kepatuhan antara Wajib Pajak di Indonesia yang mengalami pemeriksaan pajak dengan Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak, terdapat perbedaan tingkat kepatuhan antara Wajib Pajak Orang Pribadi di Indonesia yang mengalami pemeriksaan pajak dengan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak, terdapat perbedaan tingkat kepatuhan antara Wajib Pajak Badan di Indonesia yang mengalami pemeriksaan pajak dengan Wajib Pajak Badan yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. Setelah dilakukan pemeriksaan khusus, terdapat perbedaan tingkat kepatuhan antara Wajib Pajak di Indonesia yang mengalami pemeriksaan pajak dengan Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. Setelah dilakukan pemeriksaan rutin, terdapat perbedaan tingkat kepatuhan antara Wajib Pajak di Indonesia yang mengalami pemeriksaan pajak dengan Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Model penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan difference-indifferences DID. Lechner 2011 mengungkapkan bahwa pendekatan DID merupakan desain penelitian untuk menemukan pengaruh kausal yang cukup populer dalam penelitian ekonomi empiris untuk melakukan estimasi pengaruh dari intervensi kebijakan dan perubahan kebijakan yang tidak berpengaruh terhadap semua orang dalam waktu yang sama dan dengan cara yang sama. Pendekatan DID pertama sekali digunakan dalam penelitian ilmiah secara eksplisit oleh Snow pada tahun 1855 untuk meneliti apakah penyakit kolera di London disebarkan melalui air atau udara Lechner, 2011, sedangkan penggunaan pendekatan DID dalam penelitian ekonomi mulai dikenal luas setelah digunakan dalam penelitian Ashenfelter pada tahun 1978 dan Ashenfelter dan Card pada tahun 1985 untuk meneliti pengaruh keikutsertaan para pengangguran dalam program pelatihan tenaga kerja terhadap pekerjaan atau penghasilan yang didapatkan setelah mengikuti program pelatihan kerja tersebut Imbens dan Wooldridge, 2009. Imbens dan Wooldridge 2009 menjelaskan DID dengan membagi kelompok observasi yang diteliti dalam dua periode yang berbeda sebelum dan setelah pelaksanaan suatu kebijakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang terkena pengaruh kebijakan, yang kemudian disebut dengan kelompok treatment, dan kelompok yang sama sekali tidak terkena pengaruh kebijakan, yang disebut dengan kelompok control. Dengan pendekatan DID kemudian dapat diperoleh rata-rata perubahan hasil yang diharapkan dari kelompok treatment dan rata-rata perubahan hasil yang diharapkan dari kelompok control untuk periode sebelum dan setelah pelaksanaan kebijakan. Lechner 2011 menambahkan bahwa pendekatan DID merupakan pilihan yang cukup atraktif dibandingkan dengan penggunaan desain penelitian yang menggunakan variabel kontrol maupun variabel instrumen yang seringkali sulit untuk didapatkan. Model pendekatan DID yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Gemmell dan Ratto 2012 tentang perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh sekelompok Wajib Pajak Orang Pribadi di Inggris dalam melaporkan Pajak Penghasilan setelah dilaksanakan pemeriksaan pajak secara random audit kepada Wajib Pajak tersebut dibandingkan dengan kelompok Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak diperiksa sama sekali. Penggunaan model pendekatan DID ini didasarkan pada kesamaan jenis pajak yang diteliti yaitu Pajak Penghasilan namun dalam konteks yang berbeda dengan menggunakan objek penelitian Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan di Indonesia. Perbedaan lainnya juga terletak pada jenis Pemeriksaan Pajak yang digunakan, jika dalam penelitian Gemmell dan Ratto 2012 menggunakan random audit maka dalam konteks penelitian ini akan digunakan pemeriksaan pajak yang terdapat di Indonesia yaitu pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak yang terdiri dari pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus yang merupakan risk-based audit. Mengadopsi Gemmell dan Ratto 2012, persamaan regresi DID yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan secara keseluruhan jenis pemeriksaan baik untuk seluruh Wajib Pajak, Wajib Pajak Orang Pribadi, dan Wajib Pajak Badan adalah 𝑦𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1𝐷𝑇 + 𝛽2𝐷𝐺 + 𝛼𝐷𝐺 . 𝐷𝑇 + 𝜀𝑖t di mana i = Wajib Pajak t = Waktu y = Pajak Penghasilan terutang DT = Variabel dummy waktu =0 untuk sebelum tahun 2013, =1 untuk setelah tahun 2013 DG = Variabel dummy grup =0 untuk kelompok control, =1 untuk kelompok treatment, Wajib Pajak yang mengalami pemeriksaan pajak pada tahun 2013 εit = Error Koefisien regresi DID dapat diinterprestasikan sebagai berikut. β0 = rata-rata hasil yang diharapkan untuk control group sebelum tahun 2013. β1 = perbedaan rata-rata hasil yang diharapkan sebelum dan sesudah tahun 2013 β2 = perbedaan rata-rata hasil yang diharapkan antara kelompok control dan kelompok treatment sebelum dilaksanakan pemeriksaan pajak α = perbedaan perubahan hasil yang diharapkan dari kelompok treatment terhadap kelompok control. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing dari pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus, variabel dummy grup kemudian dibedakan menjadi variabel dummy pemeriksaan rutin dan variabel dummy pemeriksaan khusus sehingga persamaan regresi DID berubah menjadi sebagai berikut. 𝑦𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1𝐷𝑇 + + + γi + 𝜀𝑖t di mana i = Wajib Pajak. t = Waktu. y = Pajak Penghasilan terutang. DT= Variabel dummy waktu =0 untuk sebelum tahun 2013, =1 untuk setelah tahun 2013 DR= Variabel dummy pemeriksaan rutin =1 untuk Wajib Pajak yang diperiksa dengan pemeriksaan rutin pada tahun 2013, =0 untuk Wajib Pajak lain DK= Variabel dummy pemeriksaan khusus =1 untuk Wajib Pajak yang diperiksa dengan pemeriksaan khusus pada tahun 2013, =0 untuk Wajib Pajak lain γ = fixed-effect individual εit = Error Dalam persamaan regresi DID kedua ini, koefisien regresi DID dapat diinterprestasikan sebagai berikut. α1= perbedaan rata-rata Pajak Penghasilan terutang dari Wajib Pajak yang mengalami pemeriksaan rutin terhadap seluruh Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan. α2= perbedaan rata-rata Pajak Penghasilan terutang dari Wajib Pajak yang mengalami pemeriksaan khusus terhadap seluruh Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan. Populasi dan Sampel Sekaran 2003 mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan orang, kejadian atau sesuatu yang menarik yang ingin dinvestigasi oleh peneliti, sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi. Untuk menentukan jumlah sampel yang dianggap representatif, Sekaran 2003 menggunakan kriteria antara lain 1 untuk kebanyakan penelitian, ukuran sampel lebih dari 30 dan atau kurang dari 500 sudah dianggap tepat; 2 jika sampel dipecah ke dalam sub sampel pria/wanita, junior/senior. Dan sebagainya, tiap kategori sebaiknya menggunakan sampel minimum 30; 3 dalam penelitian multivariat termasuk analisis regresi berganda, ukuran sampel sebaiknya beberapa kali lebih baik 10 kali atau lebih lebih besar dari jumlah variabel dalam studi; 4 untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eksperimen yang ketat, penelitian yang baik mungkin dilakukan dengan sampel ukuran kecil antara 10 hingga 20. Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang terdaftar dalam basis data DJP. Berdasarkan Laporan Tahunan DJP, jumlah Wajib Pajak yang terdaftar terus mengalami peningkatan meskipun demikian tidak semua Wajib Pajak yang terdaftar wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh dan tidak semua Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh benar-benar menyampaikan SPT Tahunan PPh. Dari data yang tersedia tersebut, digunakan metode pemilihan sampel sesuai dengan metode purposive sampling. Metode purposive sampling adalah metode penentuan sampel dengan menggunakan kriteria yang ditentukan oleh peneliti Sekaran, 2003, 277. Kriteria-kriteria yang digunakan adalah 1 Wajib Pajak yang terdaftar pada tahun 2011 hingga tahun 2015; 2 wajib Pajak memiliki data yang lengkap berupa jumlah peredaran usaha, jumlah pendapatan kena pajak, dan jumlah PPh terutang untuk setiap tahun dari tahun 2011-2015; dan 3 kemudian Wajib Pajak dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok treatment dan kelompok control, dengan penjelasan sebagai berikut a untuk kelompok treatment, Wajib Pajak pernah mengalami satu kali pemeriksaan pajak pada tahun 2013; dan b untuk kelompok control, Wajib Pajak tidak pernah mengalami pemeriksaan pajak dalam rentang waktu 2011-2015. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini terdiri dari statistik deskriptif, uji Common Trend, uji asumsi klasik, analisis regresi, dan pengujian hipotesis. Semua pengujian statistik pada penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi α sebesar 5% atau 0,05. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengambilan Data Sampel Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang terdaftar dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak SIDJP dalam jangka waktu tahun 2011 sampai dengan 2015. Untuk data pemeriksaan, informasi yang dapat diperoleh dari Laporan Tahunan DJP Tahun 2013 adalah mengenai jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan LHP yang diterbitkan pada tahun 2013. Berdasarkan Laporan Tahunan DJP Tahun 2013 dapat diketahui bahwa jumlah LHP terbit pada tahun 2013 adalah sebanyak LHP dengan rincian LHP Pemeriksaan Rutin, LHP Pemeriksaan Khusus, dan LHP Pemeriksaan Tujuan Lain. Selain data LHP tersebut, terdapat juga data penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan SP2 yang diterbitkan pada tahun 2013. Data penerbitan SP2 ini akan digunakan sebagai penentu sampel penelitian dalam kelompok treatment atau Wajib Pajak yang hanya diperiksa satu kali pada tahun 2013. SP2 yang diterbitkan pada tahun 2013 untuk Wajib Pajak Badan adalah sebanyak SP2. Jumlah ini didominasi oleh SP2 untuk pemeriksaan rutin yaitu sebanyak SP2, sedangkan SP2 untuk pemeriksaan khusus dan pemeriksaan tujuan lain berturut-turut sebanyak SP2 dan 464 SP2. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, jumlah SP2 yang diterbitkan pada tahun 2013 adalah Jumlah ini didominasi oleh SP2 untuk pemeriksaan rutin yaitu sebanyak SP2, sedangkan SP2 untuk pemeriksaan khusus dan pemeriksaan tujuan lain berturut-turut sebanyak SP2 dan SP2. Dalam penelitian ini, data pemeriksaan yang akan digunakan adalah data pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus untuk seluruh jenis pajak. Dari gabungan data tersebut, dilakukan pemilihan sampel dengan beberapa kriteria sebagai berikut 1 Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh dalam nilai rupiah sehingga Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan dalam nilai dollar Amerika Serikat dikeluarkan dari sampel penelitian; 2 data PPh terutang yang dilaporkan dalam SPT Tahunan setiap tahun pada Tahun Pajak 2011-2015 harus lengkap sehingga Wajib Pajak yang tidak menyampaikan atau yang tidak mengisi nilai PPh terutang dalam SPT Tahunan pada satu atau lebih Tahun Pajak dikeluarkan dari sampel penelitian; 3 wajib Pajak sama sekali tidak pernah diperiksa pada rentang tahun 2011-2015 maupun tahun sebelumnya atau hanya diperiksa pada tahun 2013 sehingga Wajib Pajak yang diperiksa pada tahun-tahun sebelum tahun 2013 dan tahun 2014-2015 dikeluarkan dari sampel penelitian; 4 data PPh terutang yang disampaikan dalam SPT Tahunan PPh benar sehingga PPh terutang yang dilaporkan dalam nilai minus dikeluarkan dari sampel penelitian, dan 5 selain data PPh terutang yang harus lengkap, data dalam SPT Tahunan PPh sampel penelitian harus terdapat data Peredaran Usaha dan Penghasilan Kena Pajak. Data Peredaran Usaha, dan Penghasilan Kena Pajak digunakan sebagai pengontrol validitas nilai Pajak Penghasilan terutang yang diperoleh. Sampel penelitian yang diperoleh sebanyak Wajib Pajak terdiri dari Wajib Pajak Badan atau 29,98% dari keseluruhan sampel penelitian dan Wajib Pajak Orang Pribadi atau 70,02% dari keseluruhan sampel penelitian. Secara keseluruhan perbandingan antara control group Wajib Pajak yang tidak diperiksa dan treatment group Wajib Pajak yang diperiksa adalah 95,51% 4,49% dengan perbandingan untuk masing-masing Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi berturut-turut adalah 95,64% 4,36% dan 95,45% 4,55%. Rincian sampel penelitian berdasarkan jenis Wajib Pajak terdaftar dan jenis pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak tersebut terdapat dalam Tabel 1. Tabel 1. Proporsi Wajib Pajak dalam Sampel Penelitian * merupakan pemecahan data kelompok treatment Statistik Deskriptif Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum data yang digunakan dalam penelitian ini. Semua variabel dalam penelitian ini baik dependen maupun independen akan dijelaskan karakteristiknya. Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pajak penghasilan PPh terutang dalam nilai rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi relatif terhadap tahun 2011 adjpph atau nilai tersebut dalam bentuk logaritma naturalnya logadjpph yang akan ditentukan kemudian setelah dilakukan uji asumsi common trend. Sedangkan variabel independen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa variable dummy yaitu variabel dummy grup dg, variabel dummy waktu dt, variabel dummy pemeriksaan rutin dr, dan variabel dummy pemeriksaan khusus dk. Secara statistik masing-masing variabel akan digambarkan dalam bentuk rata-rata hitung, standar deviasi, nilai minimum, serta nilai maksimum dalam Tabel 2. Tabel 2. Hasil Statistik Deskriptif Pada Tabel 2 di atas dapat kita lihat bahwa seluruh variabel memiliki jumlah observasi yang sama yaitu data atau data untuk masing-masing tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua data secara lengkap memiliki nilai dari tiap variabelnya sehingga dapat dilakukan analisis. Jika kita bandingkan variabel dependen PPh terutang dalam nilai rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi adjpph dengan variabel yang sama dalam nilai logaritma naturalnya logadjpph, dapat kita lihat bahwa PPh terutang dalam nilai rupiah memiliki standar deviasi yang lebih besar daripada rata-rata hitungnya sedangkan dalam nilai logaritma natural standar deviasi dari PPh terutang lebih kecil daripada rata-rata hitungnya. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa variabel dependen PPh terutang dalam nilai rupiah lebih tinggi variasinya jika dibandingkan dengan nilai logaritma naturalnya. Uji Asumsi Common Trend Lechner 2011 menyebutkan bahwa asumsi kunci dalam melakukan pendekatan difference-in-differences DID adalah asumsi common trend atau bias stability yaitu kelompok control dalam hal ini kelompok Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan dan kelompok treatment dalam hal ini kelompok Wajib Pajak yang mengalami pemeriksaan pajak baik pemeriksaan rutin maupun pemeriksaan khusus memiliki tren yang sama jika tidak terjadi perbedaan kebijakan antara kedua kelompok tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan melihat kesamaan tren di antara kedua kelompok tersebut sebelum dilaksanakannya kebijakan dalam hal ini pemeriksaan pajak. Meskipun asumsi common trend ini merupakan asumsi kunci dalam melakukan pendekatan DID, asumsi ini tidak dapat diuji secara statistik. Lechner 2011 menyarankan bahwa cara untuk menguji asumsi common trend ini adalah dengan menggunakan bantuan grafik garis perubahan rata-rata variabel dependen dari waktu ke waktu pada periode sebelum dilakukannya kebijakan dalam penelitian ini adalah tahun 2011 dan tahun 2012 baik untuk kelompok control maupun kelompok treatment. Lechner 2011 kemudian menambahkan bahwa asumsi common trend ini sangat tergantung pada bentuk fungsional dari variabel dependen sehingga penting untuk melakukan pengujian asumsi common trend ini dalam bentuk fungsional yang berbeda. Dalam penelitian ini variabel dependen PPh terutang memiliki dua bentuk fungsional yang berbeda yaitu dalam nilai rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi yang selanjutnya akan disebut sebagai nilai rupiah dan nilai logaritma naturalnya yang selanjutnya akan disebut sebagai nilai logaritma sehingga pengujian akan dilakukan untuk kedua bentuk fungsional ini. Gambar 1. Uji Asumsi Common Trend PPh Terutang untuk Control Group dan Treatment Group dalam Nilai Rupiah Berdasarkan Gambar 1 di atas, dapat dilihat bahwa PPh terutang dalam nilai rupiah untuk kelompok control dan kelompok treatment tidak memiliki tren yang sama yaitu kelompok control memiliki tren yang sedikit meningkat untuk periode tahun 2011 ke tahun 2012, sedangkan kelompok treatment secara keseluruhan mengalami peningkatan cukup tajam untuk periode tahun 2011 ke tahun 2012. Gambar 2. Uji Asumsi Common Trend PPh terutang untuk Control Group dan Treatment Group dalam Nilai Logaritma Pengujian kedua dilakukan untuk PPh terutang dalam nilai logaritma yang hasilnya dapat dilihat dalam Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa PPh terutang dalam nilai logaritma untuk kelompok control dan kelompok treatment memiliki tren yang sama sehingga tren kelompok control dan kelompok treatment secara keseluruhan untuk periode tahun 2011 ke tahun 2012 memiliki grafik yang terlihat cukup paralel. Dari kedua hasil pengujian tersebut, maka asumsi common trend lebih dapat dibuktikan jika variabel dependen PPh terutang menggunakan bentuk fungsional dalam nilai logaritma. Oleh karena itu, untuk selanjutnya variabel PPh terutang akan menggunakan nilai logaritma baik dalam melakukan uji asumsi tambahan lainnya, uji asumsi klasik, maupun dalam persamaan regresi. Uji Asumsi Klasik Pada dasarnya uji asumsi klasik sangat jarang dilakukan dalam penggunaan pendekatan DID. Namun Angrist dan Pischke 2008 serta Bertrand, Duflo, dan Mullainathan 2003 menjelaskan bahwa jika dalam penggunaan DID mengabaikan kehadiran masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas maka akan didapatkan nilai t yang cenderung lebih tinggi yang kemudian akan - 100 200 300 400 5002011 2012dalam jutaan Rupiahcontrol treatment 15 16 17 18 192011 2012control treatment menyebabkan p-value yang lebih rendah sehingga akan cenderung menolak hipotesis null dari DID dan akan menyebabkan penerimaan yang berlebihan terhadap hipotesis alternatif yaitu terdapat pengaruh signifikan dari pelaksanaan suatu kebijakan meskipun mungkin dalam kenyataannya pengaruh pelaksanaan kebijakan tersebut tidak cukup signifikan. Oleh karena itu uji asumsi klasik khususnya terkait dengan uji heteroskedastisitas dan autokorelasi menjadi cukup penting untuk dilaksanakan sehingga kedua permasalahan tersebut dapat dideteksi dan dapat ditemukan solusinya sehingga nilai t yang didapatkan dari hasil regresi DID nantinya tidak lebih tinggi dari seharusnya. Terkait dengan uji normalitas yang menurut pandangan clasical statistics merupakan prasyarat agar hasil regresi dapat digeneralisasi ke populasi, tidak dilakukan dalam penelitian ini. Park 2009 berpendapat bahwa berdasarkan Central Limit Theorem, asumsi normalitas dalam dunia nyata tidak begitu problematis seperti yang selama ini dibayangkan. Berdasarkan teorema tersebut distribusi dari rata-rata sampel penelitian akan mendekati distribusi normal ketika ukuran dari sampel cukup banyak. Dalam prakteknya, jika sampel telah lebih dari 30 maka asumsi normalitas tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Oleh karena itu, dengan alasan data yang digunakan dalam penelitian sudah cukup banyak dan tersebar di seluruh wilayah penelitian maka uji normalitas dapat dikesampingkan. 1. Uji Heteroskedastisitas Tujuan dari uji heteroskedastisitas adalah untuk memastikan asumsi homoskedastisitas terpenuhi, yang berarti bahwa residual pada setiap pengamatan memiliki varian yang sama.. Untuk model regresi akan digunakan Breusch-Pagan/Cook-Weisberg test for heteroskedasticity estat hettest command, sedangkan untuk model regresi akan digunakan Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity in fixed effect regression model xttest3 command dengan menggunakan aplikasi Stata versi 14. Dari hasil pengujian, untuk kedua model regresi didapatkan nilai p-value yang lebih kecil dari 0,05 sehingga terjadi heteroskedastisitas. Meskipun terdapat perbedaan model yang digunakan dalam kedua model regresi, solusi untuk kedua permasalahan tersebut untuk permasalahan heteroskedastisitas adalah sama yaitu dengan menggunakan option robust atau option bootstrap dalam aplikasi Stata versi 14. 2. Uji Multikolinearitas Tujuan dari uji multikolinearitas adalah untuk mengetahui adanya hubungan linier antar variabel independen. Pada penelitian ini akan dilakukan uji multikolinearitas dengan melihat nilai koefisien korelasi antar variabel independen. Dasar penetapan adanya unsur multikolinearitas mengacu pada pendapat Gujarati 2008, 337 bahwa korelasi antar variabel independen terbilang tidak begitu kuat jika masih jauh di bawah rule of thumb 80%. Dengan menggunakan syntax pwcorr dalam Stata versi 14, didaptkan nilai dari koefisien korelasi berada pada kisaran antara -10,14% sampai dengan 6,05% untuk model regresi pertama dan berada pada kisaran antara -2,28% sampai dengan 10,99% untuk model regresi kedua sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum tidak ada gejala multikolinearitas. 3. Uji Autokorelasi Tujuan dari uji autokorelasi adalah untuk mengetahui adanya autokorelasi atau sebuah kondisi dimana terjadi korelasi antara anggota-anggota dalam penelitian yang berurutan dalam waktu dalam hal data time-series maupun dalam ruang dalam hal data cross-section. Dalam penelitian ini akan digunakan the runs test atau juga dikenal dengan Geary test untuk uji autokorelasi pada kedua model regresi dengan menggunakan command runtest pada aplikasi Stata versi 14. Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada Tabel di atas, didapatkan nilai p-value z sebesar 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% sehingga terjadi autokorelasi sehingga perlu dilakukan perlakuan khusus. Karena sebelumnya telah terdeteksi masalah heteroskedastisitas dalam kedua model regresi maka diperlukan solusi untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas sekaligus masalah autokorelasi. Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Pajak Secara Keseluruhan Hasil regresi untuk pemeriksaan pajak secara keseluruhan dapat dilihat dalam Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, yang menjadi perhatian adalah koefisien dari interaksi antara variabel dummy grup dengan variabel dummy waktu. Nilai koefisien yang disimbolkan dalam α tersebut merupakan nilai difference-in-differences DID setelah dilaksanakan pemeriksaan pajak secara keseluruhan dari kelompok treatment atau kelompok Wajib Pajak yang mengalami pemeriksaan pajak baik pemeriksaan rutin maupun pemeriksaan khusus dengan kelompok control atau kelompok Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. Tabel 3. Ringkasan Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Pajak Secara Keseluruhan Kemudian setelah dilakukan regresi didapatkan hasil bahwa pemeriksaan pajak memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak secara keseluruhan, akan dilakukan uji signifikansi parameter individual uji-t. Uji ini dilakukan untuk menguji hipotesis, apakah pengaruh tersebut signifikan atau tidak. Penentuan apakah pengaruh tersebut signifikan atau tidak dilakukan dengan melihat nilai p-value hasil regresi dengan Stata 14 yang dibandingkan dengan nilai α batas kesalahan maksimal yang dijadikan patokan oleh peneliti yaitu sebesar 5%. Jika nilai p-value lebih kecil < atau sama dengan = α berarti bahwa hasil penelitian secara statistik adalah signifikan. Jika nilai p-value lebih kecil dari α berarti penelitian secara statistik tidak signifikan. Berdasarkan Tabel 3 di atas, pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia secara keseluruhan adalah positif namun tidak signifikan karena nilai p-value hasil regresi lebih besar dari nilai α. Hal tersebut dapat terjadi dimungkinkan karena faktor cakupan pemeriksaan Wajib Pajak di Indonesia jika dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar yang masih sangat kecil. Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak Badan Hasil regresi untuk pemeriksaan Wajib Pajak Badan dapat dilihat dalam Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, yang menjadi perhatian adalah koefisien dari interaksi antara variabel dummy grup dengan variabel dummy waktu atau disimbolkan dengan α. Tabel 4. Ringkasan Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak Badan Kemudian setelah dilakukan regresi didapatkan hasil bahwa pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak Badan memiliki pengaruh negatif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan, akan dilakukan uji signifikansi parameter individual uji-t. Berdasarkan Tabel 4 di atas, pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan adalah negatif namun tidak signifikan karena nilai p-value hasil regresi lebih besar dari nilai α. Hal tersebut dapat terjadi dimungkinkan karena beberapa hal sebagai berikut. Pertama, Wajib Pajak Badan pada dasarnya kumpulan beberapa individu atau stakeholder tertentu, sehingga risiko ketidakpatuhan Wajib Pajak Badan tidak hanya ditanggung oleh salah satu individu saja. Kedua, Wajib Pajak Badan cenderung lebih memahami aturan perpajakan yang ada. Hal tersebut karena pada umumnya Wajib Pajak Badan memiliki bagian/departemen perpajakan yang dikhususkan untuk menangani masalah perpajakan Wajib Pajak Badan tersebut. Ketiga, Wajib Pajak Badan dengan memiliki bagian/departemen perpajakan tersebut tentu memiliki tujuan utama yaitu untuk mengoptimalkan pembayaran pajak yang telah dilakukannya. Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Hasil regresi untuk pemeriksaan Wajib Pajak Orang Pribadi dapat dilihat dalam Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, yang menjadi perhatian adalah koefisien dari interaksi antara variabel dummy grup dengan variabel dummy waktu atau disimbolkan dengan α. Tabel 5. Ringkasan Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Kemudian setelah dilakukan regresi didapatkan hasil bahwa pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, akan dilakukan uji signifikansi parameter individual uji-t. Berdasarkan Tabel 5 di atas, pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah positif dan signifikan karena nilai p-value hasil regresi lebih kecil dari nilai α. Hal tersebut dapat terjadi karena efek penggentar detterent effect dari kegiatan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi lebih dirasakan karena jika pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi, maka segala dampak/akibat sebagai hasil pemeriksaan akan langsung menyasar kepada diri pribadi Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut. Sebagai contoh adalah jika Surat Ketetapan Pajak sebagai hasil pemeriksaan tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maka akan timbul hutang pajak yang mekanisme pelunasannya dapat dilakukan dengan penyitaan dan pelelangan asset-aset pribadi Wajib Pajak dan dengan tindakan penyanderaan diri pribadi Wajib Pajak. Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Rutin Sama halnya seperti regresi model sebelumnya, pada hasil regresi model kedua yang ditampilkan pada Tabel 6 di bawah ini, untuk pemeriksaan rutin yang menjadi perhatian adalah koefisien dari interaksi antara variabel dummy pemeriksaan rutin dengan variabel dummy waktu. Nilai koefisien dari interaksi antara variabel dummy pemeriksaan rutin dengan variabel dummy waktu yang disimbolkan dalam α1 tersebut merupakan nilai difference-in-differences DID setelah dilaksanakan pemeriksaan pajak dari kelompok Wajib Pajak yang mengalami pemeriksaan rutin dengan kelompok control atau kelompok Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. Tabel 6. Ringkasan Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Rutin Kemudian setelah dilakukan regresi didapatkan hasil bahwa pemeriksaan rutin memiliki pengaruh negatif terhadap kepatuhan Wajib Pajak, akan dilakukan uji signifikansi parameter individual uji-t. Berdasarkan Tabel 6 di atas, pengaruh pemeriksaan rutin terhadap kepatuhan Wajib Pajak adalah negatif dan tidak signifikan karena nilai p-value hasil regresi lebih besar dari nilai α. Hal tersebut dapat terjadi karena pada dasarnya Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan rutin adalah Wajib Pajak yang telah tahu dan mempersiapkan diri bahwa Wajib Pajak tersebut akan dilakukan pemeriksaan pajak, sehingga efek penggentar detterent effect dari kegiatan pemeriksaan kurang dapat dirasakan oleh Wajib Pajak. Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Khusus Hasil regresi untuk pemeriksaan khusus dapat dilihat dalam Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, yang menjadi perhatian koefisien dari interaksi antara variabel dummy pemeriksaan khusus dengan variabel dummy waktu atau disimbolkan dengan α2. Tabel 6. Ringkasan Hasil Regresi untuk Pemeriksaan Khusus Kemudian setelah dilakukan regresi didapatkan hasil bahwa pemeriksaan khusus memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak, akan dilakukan uji signifikansi parameter individual uji-t. Berdasarkan Tabel di atas, pengaruh pemeriksaan rutin terhadap kepatuhan Wajib Pajak adalah positif dan tidak signifikan karena nilai p-value hasil regresi lebih besar dari nilai α. Kondisi tidak signifikan tersebut terjadi karena karena faktor cakupan pemeriksaan Wajib Pajak di Indonesia jika dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar yang masih sangat kecil. SIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan, diperoleh simpulan bahwa secara keseluruhan kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak sehingga kegiatan pemeriksaan pajak ini masih perlu untuk dilakukan pada masa mendatang. Adapun penjelasan simpulan selengkapnya adalah sebagai berikut. 1. Kepatuhan Wajib Pajak setelah pemeriksaan pajak secara keseluruhan baik pemeriksaan rutin maupun pemeriksaan khusus dari kelompok Wajib Pajak yang mengalami pemeriksaan pajak lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. 2. Kepatuhan Wajib Pajak Badan setelah pemeriksaan pajak lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. 3. Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi setelah pemeriksaan pajak lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. 4. Kepatuhan Wajib Pajak setelah pemeriksaan rutin rutin lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan pajak. 5. Kepatuhan Wajib Pajak setelah pemeriksaan khusus lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok Wajib Pajak yang tidak mengalami pemeriksaan. KETERBATASAN Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu sebagai berikut. 1. Penelitian ini tidak dapat melihat pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Patuh dan Wajib Pajak Tidak Patuh seperti dalam penelitian Gemmel dan Ratto 2012. 2. Penelitan ini tidak bisa mengidentifikasi kenaikan/penuruan pelaporan PPh Terutang yang murni karena kemajuan/kemunduran usaha Wajib Pajak. 3. Nilai inflasi yang digunakan dalam penelitian ini hanyalah tingkat inflasi secara nasional. Oleh karena itu, hal tersebut dapat menghasilkan nilai yang bias mengingat masing-masing wajib pajak dengan kondisi wilayah yang berbeda menghadapi kondisi ekonomi yang berbeda pula. IMPLIKASI PRAKTIS Berdasarkan simpulan dan keterbatasan penelitian, implikasi praktis dari penelitian yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. 1. Untuk kebijakan jangka panjang, perlu diupayakan peningkatan kuantitas pemeriksaan khusus sehingga dapat mengimbangi kuantitas pemeriksaan rutin dengan mempertimbangkan peningkatan kualitas analisis risiko pemeriksaan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan Wajib Pajak yang akan diperiksa sehingga akan memberikan hasil yang maksimal. 2. Perlu dilakukan peningkatan kualitas analisis risiko pemeriksaan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan Wajib Pajak Badan yang akan diperiksa dengan didukung data-data lain khususnya data yang disediakan pihak ketiga sehingga dapat mendukung hasil temuan pemeriksaan secara optimal. 3. Perlu dilakukan pemuktahiran proses pemilihan Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan diperiksa, sehingga Wajib Pajak Orang Pribadi yang diperiksa bukan hanya Wajib Pajak tertentu saja secara terus-menerus, meskipun hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang positif. 4. Perlu dipikirkan kemungkinan penggunaan kriteria pemilihan Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan rutin secara random untuk menghindari bomb-crater effect pada pemeriksaan rutin. 5. Peningkatan kualitas proses seleksi Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan khusus dengan mempertimbangkan lebih banyak parameter yang mendukung dan peningkatan kualitas analisis risiko pemeriksaan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan khusus dengan didukung data-data lain khususnya data yang disediakan pihak ketiga sehingga dapat mendukung hasil temuan pemeriksaan secara optimal. SARAN 1. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk memasukkan data temuan atau koreksi hasil pemeriksaan. 2. Penelitian selanjutnya juga dapat mempertimbangkan perbedaan kepatuhan Wajib Pajak setelah pemeriksaan antara pemeriksaan pajak untuk tahun yang berurutan dengan pemeriksaan pajak yang hanya untuk satu tahun tertentu. 3. Penelitian selanjutnya juga dapat mempertimbangkan untuk melakukan kuisioner atau wawancara kepada Wajib Pajak tertentu untuk lebih memperdalam penyebab-penyebab dari penurunan atau kenaikan dari kepatuhan Wajib Pajak. DAFTAR PUSTAKA Advani, Arun., William Elming dan Jonathan Shaw. 2015. How Long Lasting are the Effects of Audits. Tax Administration Research Centre 011-15, Januari 2015. Alm, James. Explaining, and Controlling Tax Evasion Lessons from Theory, Experiments and Filed Studies. Tulane Economics Working Paper Series 1213. Almunia, Miguel dan David Lopez-Rodriguez. 2014. Heterogeneous Responses to Effective Tax Enforcement Evidence from Spanish Firms. University of Warwick Banco de España, Juli 2014. Angrist, Joshua D. dan Jorn-Steffen Pischke. 2008. Mostly Harmless Econometrics An Empiricist’s Companion. MIT Press. Arens, Alvin A., Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. 2012. Auditing And Assurance Services An Integrated Approach. Edisi ke-14. New Jersey Pearson Education, Inc. Bergman, Marcelo dan Armando Nevarez. 2006. Do Audits Enhance Compliance? An Empirical Assessment of VAT Enforcement. National Tax Journal. December, pp. 817-832. Bertrand, Marianne., Esther Duflo dan Sendhil Mullainathan. 2004. How Much Should We Trust Differences-In-Differences Estimates? The Quarterly Journal of Economics. MIT Press. Vol. 1191, pages 249-275, Februari. Birskyte, Liucija. 2013. Effects of tax Auditing Does The Deterrent Deter?Research Journal of Economics, Business and ICT. Volume 8, Issue 2. Blumenthal, Marsha., Charles Christian, Joel Slemrod dan Matthew G. Smith. 2001. Do Normative Appeals Affect Tax Compliance? Evidence from a Controlled Experiment in Minnesota. National Tax Journal Vol. 54, No. 1 March, 2001, pp. 125-138. Brooks, Neil. 2001. Presentation Paper of Key Issue in Income Tax Challenges of Tax Administration and Compliance. Tax Confrerence. Asian Development Bank Institute. Brown, Robert E., dan Mark J. Mazur. 2003. IRS’s Comprehensive Approach to Compliance Measurement. Internal Revenue Service. Clotfelter, Charles T. 1983. Tax Evasion and Tax Rates An Analysis of Individual Returns. Review of Economics and Statistics, 653, 363–373. DeBacker, Jason, Bradley T. Heim, Anh Tran, dan Alexander Yuskavage. Impact of Legal Enforcement An Analysis of Corporate Tax Aggressiveness after an Audit. Dubin, Jefrey A. 2004. Criminal Investigation Enforcement Activities and Taxpayer Noncompliance. California Institute of Technology. Dubin, Jefrey A. ,dan Louis L. Wilde. 1988. An Empirical Analysis of Federal Income Tax Auditing and Tax Journal, Vol. LXI, Maret 61-74. Dubin, Jefrey A., Louis L. Wilde dan Michael J. Graetz. 1990. The Effect of Audit Rates on the Federal Individual Income Tax 1977-1986. National Tax Journal, Vol. 43, No. 4, December 395-409. Dubin, Jefrey A., Louis L. Wilde dan Michael J. Graetz. 1987. Are We a Nation of Tax Cheaters? New Econometric Evidence on Tax Compliance. AEA Paper and Proceedings Economic Analysis of Taxpayers Compliance, May 240-245. Erard, Brian. 1997. The Income Tax Compliance Burden on Small and Medium-sized Canadian Businesses. Working Paper 97-12, Oktober 1997. Erard, Brian dan Jonathan S. Feinstein. 1994. Honesty and Evasion in the Tax Compliance Game. The RAND Journal of Economics. Blackwell Publishing. Spring Fatt, Choong Kwai dan Edward Wong Sek Khin. 2011. A Study on Self-Assessment Tax System Awareness in Malaysia. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 57 881-888 Feldman, Naomi E., dan Joel Slemrod. 2005. Estimating Tax Noncompliance with Evidence from Unaudited Tax Paper. No. 05-15. Monaster Center for Economic Research. Ben-Gurion University of Negev. Beer Sheva Israel. July. Forest, A. 2004. Targeting Occupations To Increase Tax Revenue. Journal of Economic Literature. Franklin, Network and Taxpayer Non-Compliance. London, HM Revenue & Customs. September. Gemmell, Norman dan Marissa Ratto. Responses to Taxpayer Audits Evidence from Random Taxpayer Inquiries. National Tax Journal. Vol. 651, 33-58, March. Gudono. 2015. Analisis Data Multivariat. Yogyakarta BPFE Gujarati, Damodar N. 2008. Basic Econometrics. Edisi ke-5. The McGraw−Hill Companies. E-Book. Gupta, Manish dan Vishnuprasad Nagadevar. 2007. Audit Selection Strategy for Improving Tax Compliance–Application of Data Mining Techniques. Foundations of Risk-Based Audits. Proceedings of The Eleventh International Conference on e-Governance, Hyderabad, India, December. 2007. Hanlon, Michelle., Lillian Mills dan Joel Slemrod. 2005. An Empirical Examination of Corporate Tax Noncompliance. Ross School of Business Working Paper Series Working Paper No. 1025, Juni 2005. Hoopes, Jeffrey L., Devan Mescall, dan Jeffrey A. Pittman. 2012. Do IRS Audits Deter Corporate Tax Avoidance?. The Accounting Review September 2012, Vol. 87, No. 5, pp. 1603-1639. Hunter, W. J. dan Michael, A. Nelson. 1996. An IRS Production Function. National Tax Journal, 49 1 105-115. Idris, Aida., Sedigheh Moghavvemi, dan Ghazali Musa. 2015. Selected Theories in Social Science Research. Kuala Lumpur University of Malaya Press Imbens, Guido W dan Jeffrey M. Wooldridge. 2009. Recent Developments In The Econometrics Of Program Evaluation. Journal of Economic Literature 47, no. 1 5-86, hal 63-64. Joulfaian, David dan Mark Rider. 1998. Differential Taxation and TaxEvasion by Small Business. National Tax Journal, 51 4 76-87. Kleven, Henrik Jacobsen, Martin B. Knudsen, Claus Thustrup Kreiner, Søren Pedersen, dan Emmanuel Saez. 2011. Unwilling or Unable to Cheat? Evidence From a Tax Audit Experiment in Denmark. Econometrica Vol 79. Mei 2011. Krause, Kate . 2000. Tax Complexity Problem or Opportunity?. Public Finance Review 28 5 395- 414 Laporan Tahunan 2009-2016 Direktorat Jenderal Pajak. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Lechner, Michael. 2011. The Estimation of Causal Effects by Difference-in- Difference Methods. Discussion Paper no. 2010-28. Department of Economics University of St. Gallen, Oktober. Lipatov, Vilen. 2003. Evolution of Tax Evasion. MPRA Paper. European University Institute. Loo, Ern., Margaret Mckerchar, dan Ann Hansford. 2009. Understanding The Compliance Behaviour of Malaysian Individual Taxpayers Using a Mixed Method Approach. Journal of the Australasian Tax Teachers Association, 4 1, 181-202. Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta Penerbit Andi Niu, Yongzhi. Audit Impact on Voluntary Compliance. MPRA Paper. New York State Department of Taxation and Finance. Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan. Edisi Ke-3. Jakarta Granit. Okello, Andre. 2014. Managing Income Tax Compliance through Working Paper, 14/41, Maret. Organisation For Economic Co-Operation And Development OECD. 2006. Strengthening Tax Audit Capabilities General Principles and Approaches. Information Notes. Organisation For Economic Co-Operation And Development OECD. 2004a. Compliance Risk Management Audit Case Selection Systems. Information Notes. Organisation For Economic Co-Operation And Development OECD. 2004b. Compliance Risk Management Use of Random Audit Programs. Information Notes. Organisation For Economic Co-Operation And Development OECD. 1996. Definition of Taxes. Expert Group Park, Hun Myoung. 2009. Comparing Group Means T-tests and One-way ANOVA Using STATA, SAS, R, and SPSS. Working Paper. The University Information Technology Services UITS Center for Statistical and Mathematical Computing, Indiana University. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/ tentang Tata Cara Pemeriksaan. Plumley, Alan H. 1996. The Determinants of Individual Income Tax Compliance Estimating the Impacts of Tax Policy, Enforcement, and IRS Responsiveness. Publication 1916 Rev. 11-96. Washington DC. Plumley, Alan H. 2002. The Impact of the IRS on Voluntary Tax Compliance Preliminary Empirical Results. National Tax Association 95th Annual Conference On Taxation, 14-16. November 2002 Prastiyo, Angga. 2012. Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Bekasi Utara. Tangerang Selatan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Reinganum, Jennifer F., dan Louis L. Wilde. 1985. Income Tax Compliance in Principal-Agent Framework. Journal of Public Economics. Elsevier Science Publishers North Holland. 1-18. Santoso, Wahyu. Risiko Ketidakpatuhan Wajib Pajak Sebagai Dasar Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Penelitian terhadap Wajib Pajak Badan di Indonesia. Jurnal Keuangan Publik Vol. 5 No 1 85-131. Sapiei, Noor Sharoja dan Jeyapalan Kassippelai. 2013. Impacts of the Self- Assessment System for Corporate Taxpayers. American Journal ofEconomics, 32 75-81. Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business A Skill-Building Approach. 4th Edition. John Wiley & Sons, Inc., New York. Siregar, Syofian. 2013. Statistika Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS versi 17. Jakarta Bumi Aksara. Snow, Arthur, dan Ronald S. Warren. 2005. Ambiguity about Audit Probability, Tax Compliance, and Taxpayer Welfare." Economic Inquiry 865-871. Sulistyo, Yustinus Herri. 2007. Analisa Kepatuhan Wajib Pajak Pada Berbagai Frekuensi Pemeriksaan. Jakarta Universitas Indonesia Sumarsan, Thomas. 2013. Perpajakan Indonesia Edisi 3 Revisi. Jakarta PT Indeks Tauchen, Helen V., Ann Dryden Witte, dan Kurt J. Baron. 1989. Tax Compliance An Investigation Using Individual TCMP Data. Working Paper National Bureau of Economic Research. Cambridge Massachusetts. Agustus. Trivedi, Viswanath Umashanker, Mohamed Shehata, dan Bernadette Lynn. 2003. Impact of Personal and Situational Factors on Tax Compliance An Experimental Analysis. Journal of Business Ethics, Oktober. Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. ... .For maximize tax revenue, the Direktorat Jendral Pajak DJP also conducts a tax audit tax audit to test the correctness of fulfilling tax obligations, if the tax audit is carried out optimally it will have an impact on increasing state revenue from the taxation sector21. This is in line with research which states that there is a positive relationship between tax audit and tax revenue222324. Supported with which states that the tax audit is an effort to anticipate the possibility that there will be fraud by taxpayers who have been entrusted with Self Assessment so that tax However, this is contrary to research conducted by where the tax audit has not had an effect on tax revenue at the Lubuk Pakam KPP26. ...Aulia Mutiara SalmaAyuning LarasatiDiny MelgasariTulus SuryantoTax is one of the state revenues used to finance the State Expenditure Budget APBN. This study aims to provide empirical evidence of the effect of implementing tax amnesty, tax compliance, and tax audit policies on tax revenues. The method used in this research is descriptive quantitative method. Data collection uses the help of the Harzing's Publish or Perish program with the keywords used Tax amnesty, Tax Compliance, Tax audit. From the results of the research carried out, then mapping the findings using the VOSviewers application to be taken as a bibliometric analysis tool to visualize the network of authors and keywords. The results of the study show that tax amnesty, tax compliance, and tax audits have an effect on tax revenues. The tax amnesty policy is more effective in increasing tax revenue compared to tax compliance and tax audits. Keywords Tax Amnesty, Tax Compliance, Tax Audit, and Tax RevenueMei Tri UtamiTujuan – Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan kerjasama pertukaran data/informasi pajak pusat dan pajak daerah serta potensi pemanfaatannyadalam rangka pemeriksaan pajak pusat, serta mengidentifikasi dan menganalisis kendalakendalayang menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan kerja sama dan pemanfaatan data dalam rangka pemeriksaan pajak pusat. Metode penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatifstudi kasus dengan fokus pada pelaksanaan di pajak pusat. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian - Dalam pelaksanaan kerja sama pertukaran data/informasi pajak pusat dan pajak daerah diidentifikasi terdapat tiga kegiatan utama yang difokuskan pada kegiatan yang dilaksanakan di DJP pajak pusat, yaitu kegiatan persiapan pertukaran data, kegiatan pertukaran dan pemanfaatan, dan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kerja sama pertukaran data ini juga berpotensi untuk dapat dimanfaatkan dalam rangka pemeriksaan pajak pusat, yaitu sebagai tindak lanjut dari mekanisme pengawasan dan dapat menjadi data pembanding dalam proses pengujian pemeriksaan. Pelaksanaan dan pemanfaatan data hasil kerja sama ini masih belum optimal. Hal ini terjadi karena ada dimensi birokrasi yang menghambat pelaksanaan kerja sama, seperti dimensi formalisasi, standardisasi, spesialisasi, dan hierarki, serta adakendala perbedaan infrastruktur antara DJP dan pemda dan kendala data. Kendala spesifik yangdiidentifikasi menjadi penyebab belum optimalnya pemanfaatan dalam rangka pemeriksaanpajak pusat adalah kendala administratif, yaitu dengan tidak diusulkannya pemeriksaan sebagaitindak lanjut dari mekanisme pengawasan, serta kendala teknis, yaitu dengan tidak tersedianyadata hasil pertukaran data perpajakan sehingga kurang lengkap dan kurang relevan untukdigunakan sebagai data J. Hunter Michael A. NelsonThe effectiveness of the Internal Revenue Service IRS is assessed by estimating a production function for the years 1955-90. We provide estimates of the contribution of various factor inputs to output, including labor and capital at both the field and national office level. Output is measured by the value of additional individual income taxes and penalties assessed. We determine that several technological innovations introduced by the IRS in recent years have produced positive effects on production. However, we also find that the IRS can produce additional tax revenues at no additional cost if it were to alter its mix of Kwai Fatt Edward Sek Khin WongSek KhinThis study seeks to explore and identify the key dimensions that determine the service quality of the Inland Revenue Board, Malaysia IRBM under the new Self-Assessment tax system. The scope of this study is based on the perceptions of individual taxpayers comprising government employees, private sector employees and self-employed businessmen and tax agents. First, this study aims to investigate if Malaysian petty traders understand the mechanism of self-assessment tax system, and secondly, to solicit the problem faced by Malaysian petty traders in tax compliance and tax audit in the era of Self-Assessment tax system SAS. The empirical study was undertaken by conducting a questionnaire survey based on convenient sampling of 310 respondents, that is, 193 male petty traders and 117 female petty traders from 12 states in Malaysia. Findings from this study reviewed that the Self-Assessment tax system places an onerous responsibly on petty traders to comprehend the new system and to comply with the tax administration aspects as to the computations, payment of taxes, and record keepings. It is suggested that the IRBM to impose penalty discretionary, to take into account of the educational background, financial position, the amount of tax understated, the frequency of tax defaults of the petty traders. This study provides an important insight that the Malaysian tax policy makers and the IRBM ought to seriously consider a simpler and pragmatic tax assessment system, tailor make for petty traders to achieve tax administrative compliance efficiency , particularly on the taxpayers' awareness and the services needs have some implications for tax planners and policy to common expectations, this paper shows that legal enforcement may increase subsequent corporate misbehavior. Using IRS data, we find that corporations gradually increase their tax aggressiveness after an audit for a few years and then reduce it sharply. We show that this U-shaped impact is consistent with strategic responses on the part of firms and Bayesian updating of audit risk. This adverse effect on corporate behavior calls for reexamining both theory and policy of legal paper offers some exploratory analysis of an extraordinarily rich data set of audit and appeals records, matched with tax returns and financial statements, of several thousand corporations. We find that corporate tax noncompliance, at least as measured by deficiencies proposed upon examination, amounts to approximately 13 percent of "true" tax liability. Second, noncompliance is a progressive phenomenon, meaning that noncompliance as a fraction of a scale measure increases with the size of the company. Other things equal, noncompliance is related to two measures of the presence of intangibles and with being a private company. We find some evidence that incentivized executive compensation schemes are associated with more tax noncompliance, but only with respect to bonuses and not for stock options and other equity-related incentive pay. We uncover no relation between a commonly-studied measure of the quality of corporate governance and the extent of proposed scaled tax deficiency. Finally, we find that there is no consistent simple or partial negative association between our measure of tax noncompliance and measures of the effective tax rate calculated from financial statements. These conclusions are preliminary because our central measure of tax noncompliance is the result of an imperfect and perhaps systematically detailed audit of a tax return declaration that may itself be the opening bid in what is expected, often correctly, to be an intense negotiation and formal appeals process. Second, the causal links among tax aggressiveness, executive compensation, and corporate governance are potentially complex, and the analysis presented here at best establishes statistical associations, but certainly does not establish causal relations. Jon FranklinRecent literature exploring the use of Agent Based Simulation techniques for modelling taxpayer non-compliance across networks appears to offer significant potential in providing more realistic and more useful insights for tax administrations. However, this literature is still evolving and one critical assumption - the structure of the underlying network - is further explored in this paper. A simple network based model of non-compliance is used to demonstrate that not only does the structure of the network affect the mean and distribution of compliance outcomes, it can also be used to inform tax administrations' audit strategies. An audit strategy that maximises the indirect, deterrence effect by targeting the most connected taxpayers may out-perform perfect risk targeted audit strategies in networks with a highly skewed distribution of connections and impressionable agents. Ern LooMARGARET MCKERCHARANN HANSFORDThis article reports on the findings of a mixed method study that was conducted to investigate the impact of the introduction of self assessment on the compliance behaviour of individual taxpayers in Malaysia. The likely impact of this change was uncertain given inconclusive evidence in the literature on the effect of self assessment on compliance behaviour. The findings revealed that the introduction of self assessment had a positive influence on compliance behaviour. In particular, acquiring tax knowledge had significant effects on compliance behaviour. Taxpayers were found to be sensitive to tax audit and penalty. While financial constraints were found to have a more direct and stronger influence on the compliance behaviour of self-employed taxpayers, attitudes towards paying tax appeared to only affect salary and wage earner taxpayers. I INTRODUCTION Self assessment for individual taxpayers was first introduced in Malaysia for income derived in the 2004 year of assessment. Self assessment replaced the former official assessment system and shifted responsibility to individual taxpayers both salary and wage earners and the self-employed to file their returns on time, to accurately report all relevant information as required by law, to calculate their own tax liability and to pay any outstanding taxes by the due date. The adoption of self assessment by tax administrations is increasingly a global phenomenon and is evidenced in many jurisdictions including Australia, New Zealand, Canada, United Kingdom, Pakistan and Bangladesh. It is generally favoured as a means of reducing administration costs, improving voluntary compliance rates and facilitating tax collections. 1 However, for voluntary compliance rates to be maximised, taxpayers need to have a positive attitude towards taxation and to both understand, and be able to fulfil, their obligations. To reap the benefits of self assessment, the revenue authority needs to understand the compliance behaviour of its taxpayers. Further, the revenue authority needs to have appropriate systems and strategies in place to support those taxpayers who are willing to comply, to enforce compliance where taxpayers are less willing to comply voluntarily, and to encourage taxpayers to have a positive attitude towards paying taxes. Clearly, self assessment poses considerable challenges for both taxpayers and the revenue authority. Kate KrauseWhen laws are complex or ambiguous, compliance and enforcement suffer. In the United States, the federal income tax is a familiar example of this. Often, neither the taxpayer nor the Internal Revenue Service IRS can perfectly determine a taxpayer's true tax liability. Uncertainty, ignorance, and burdensome documentation requirements deter some taxpayers from taking advantage of legitimate deductions and credits, whereas others find opportunities for creative tax avoidance in ambiguous provisions. Complexity undermines the IRS's ability to distinguish among intentional evasion, honest misinterpretation of the tax code, and legitimate tax avoidance. This model shows that the IRS cannot always profitably exploit complexity.
PengaruhTingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Yang Dimoderasi Oleh Pemeriksaan Pajak Pada KPP Pratama. Madura: Universitas Trunojoyo Madura. Badudu-Zain, 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Buku Panduan Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak, This article explains the results of empirical research on the effect of service quality represented by tangible, reliability, responsiveness, assurance, and empathy variables in encouraging taxpayer behavior to comply with tax obligations. In line with the rules of quality service theory, the dimensions of quality service are satisfaction explanations which are triggers for taxpayer compliance. The research was conducted at the Tax Service Office, and the respondents were taxpayers, both individual and corporate taxpayers. The number of respondents is 89 people out of 100 people who were targeted for research. Sampling using the random sampling method. Data were analyzed using multiple linear regression. The results show that three variables do not significantly affect taxpayer compliance in carrying out tax obligations, namely tangible, reliability and assurance. This is because there are still contingency factors that are considered and conditioned included in the model. These contingency factors are in the form of both the contextuality that is on the side of the tax employee, as well as the background, motives and special conditions of the taxpayer. Meanwhile, two variables show significant, there are reliability and empathy. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the authors.... Kualitas pelayanan pajak merupakan komparasi antara pelayanan atas produk dan jasa perpajakan yang dirasakan konsumen dengan yang diekspetasikan oleh konsumen Hadi & Mahmudah, 2018;Anjanni, 2019. apabila konsumen merasakan adanya kesamaan antara kualitas yang diekspektasikan dengan kualitas yang dirasakan, maka hal tersebut mengindikasikan kualitas pelayanan yang diberikan diklasifikasikan sebagai pelayanan yang baik. ...... apabila konsumen merasakan adanya kesamaan antara kualitas yang diekspektasikan dengan kualitas yang dirasakan, maka hal tersebut mengindikasikan kualitas pelayanan yang diberikan diklasifikasikan sebagai pelayanan yang baik. Hal ini berlaku pula untuk kondisi yang berlawanan Hadi & Mahmudah, 2018. Pelayanan publik dengan kualitas yang ideal adalah pelayanan yang berfokus pada aspirasi masyarakat, efektivitas, dan memiliki tingkat tanggungjawab yang tinggi Suryani Heny, 2018. ...... kepatuhan perpajakan merupakan suatu kondisi di mana wajib pajak yang bekerja sebagai karyawan tetap ataupun karyawan tidak tetap memenuhi semua kewajibannya perpajakan dan melaksanakan semua hak sesuai aturan perpajakan yang berlaku Anjanni, 2019;Hadi & Mahmudah, 2018. ...Ulfiah Aryani SarmantoKhoirina FarinaTujuan penelitian menguji dan menganalisis seberapa besar pengaruh self assessment system, sanksi pajak serta kualitas pelayanan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Sampel penelitian yang dipilih adalah wajib pajak orang pribadi yang melaksanakan pekerjaan bebas di PT. AIA Financial Indonesia cabang AIA Central. Purposive sampling dipakai sebagai teknik pemilihan sampel. Jumlah responden yang terpilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebanyak 87 responden. Data penelitian diperoleh dengan cara membagikan kuesioner kepada responden. Teknik analisis penelitian menggunakan metode kuantitatif dan teknik statistic multivariat SEM yang diolah dengan software smartPLS. Hasil riset ini menunjukkan bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh variabel self assessment system dan kualitas pelayanan pajak.... Hasil penelitian yang dilakukan Erlina et al., 2018 Tan et al. 2021 menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hadi & Mahmudah 2018 dan Winerungan, 2013 yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Adanya perbedaan hasil dalam pengujian sebelumnya mengakibatkan kualitas pelayanan perlu dilakukan pengujian kembali terhadap kepatuhan wajib pajak. ...... Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil pengujian ini sejalan dengan Hadi & Mahmudah 2018 Tan et al. 2021. Walaupun kualitas pelayanan yang dilakukan aparat pajak di DKI Jakarta sudah sangat optimal, namun wajib pajak menganggap bahwa kualitas pelayanan tersebut merupakan standar yang harus dilakukan oleh aparat otoritas pajak. ...Magdalena Mei Amrie FirmansyahIn developing countries such as Indonesia, related problems such as taxation are deficient taxpayer compliance and a high level of tax manipulation This study aimed to obtain empirical evidence of the effect of tax knowledge, service quality and perceptions of tax sanctions on taxpayer compliance. In addition, this study uses risk preference as a moderating variable in testing the relationship between the independent and dependent variables. The data collection technique was carried out using a survey method using a questionnaire that was distributed directly to the respondents. Hypothesis testing is done by using structural equation modelling. The study results conclude that tax knowledge and perceptions of tax sanctions positively affect taxpayer compliance, while service quality has no effect on taxpayer compliance. Furthermore, risk preference can weaken the positive perception of tax sanctions on taxpayer compliance. Meanwhile, risk preference does not moderate the relationship between tax knowledge and taxpayer compliance and the relationship between service quality and taxpayer compliance. Keywords Tax Knowledge; Service quality; Tax Sanctions; Tax Compliance; Individual Taxpayers; Risk Preference Stephen Ikani OcheniEverybody appreciates the fact that when motorists pay more for fuel, the transport fare increases. This has been the case even when the increase is only marginal. In the particular case where the cost of fuel is expected to double, the increase in transport fare will be astronomical. This will in turn affect everything else – school fees, house rent, just name it. Therefore, this study took a critical look at the impact of Fuel price increase on the Nigerian economyWhether negative or positive.The study adopted a survey research design approach to evaluate the level of effect the fuel price increase has on the Nigeria economy. The population of the study is made up of Civil Servants -CS, market men and women-MMW and staff in the private sectors-SPS concerned with petrol and gas affairs. A sample size of 120 persons was selected at random. It was distributed as follows Civil Servants 18, market men and women 55 and staff in the private sectors 47. A pre test was conducted and outcome yield “r”= indicating a high degree of consistency and reliability. The instrument was 8- term survey questionnaire with a - 5 Likert scale response options of Very Relevant VR, Relevant R, No Effect NE Irrelevant I, and Very Irrelevant VI. The questionnaire was structured in line with the research objectives, questions and hypothesis of the study. The Pearson product moment correlation coefficient was used to confirm formulated hypotheses. Finding revealed that there is a significant relationship between the recent increases in fuel prices and economic growth in Nigeria. It was also discovered that the Nigeria economy is not developing because of the effect of fuel price hike on purchasing power and finally the finding showed that there is significant relationship between increase in pump price of petroleum and food security. The paper therefore recommended that Government should retain fuel subsidy while expediting the construction of the three proposed refineries; Fuel subsidy should be removed as soon as these new refineries are commissioned; the proposed rehabilitation of the existing refineries should be expedited; Government should vigorously pursue the revitalization of the railways. If only Nigerians had alternative to road transport, all this noise about fuel subsidy removal would not have been there and Private companies should be encouraged to start building refineries now with the assurance that subsidy would be removed before they start production. DOI Overview Deliveiing excellent service is a winning stiategy. Quality service sustains cusfomers' confidence and is essential for a competitive advantage. Yet many companies are stiuggling to improve service, wasting money on ill-conceived service piogiams and undermining ciedibility with management rhetoric not backed up with action. Ate theie guidelines to help managers chart a service-improvement strategy for their organizations? We think so. In this article ten lessons fiom an extensive ten-yeai study of service quality in America are presented—lessons that we believe apply across industries and are essential to the service-improvement journey. Excellent service is a profit strategy because it results in more new customers, more business with existing customers, fewer lost customers, more insulation from price competition, and fewer mistakes requiring the reperformance of services. Excellent service can also be energizing because it requires the building of an organizational culture in which people are challenged to perform to their potential and are recognized and rewarded when they do. Service is a key component of value that drives any company's success. To the customer, value is the benefits received for the burdens endured—such as price, an inconvenient location, unfriendly employees, or an unattractive service facility. Quality service helps a company maximize benefits and minimize non-price burdens for its customers. Over the last ten years, we have been studying service quality in America,' focusing primarily on these questions What is service quality? How can service quality best be measured? What is the nature of customer expectations for service and what are the sources of these expectations? What are the principal causes of service-quality deficiencies? What can organizations do to improve service quality? In this article, we focus on the last question, presenting lessons learned that we believe are essential for improving service G. Lewis Douglas H. SmithThis volume offers a detailed argument for and description of Total Quality Management TQM for institutions of higher education. Chapter 1 elaborates on why TQM is good for higher education and includes some warning as to why implementation at colleges and universities may not be easy. Chapter 2 provides an overview of the history of the TQM movement. Chapter 3 describes TQM in terms of three characteristics of the "House of Quality" 1 the social, technical, and management systems the superstructure of the House; 2 serving the customer, continuous improvement, managing with facts, and respect for people the four pillars of quality; and 3 the four cornerstones of quality. These cornerstones are further explained in the next four chapters on strategy management chapter 4, process management Chapter 5, project and team management Chapter 6, and individual and task management Chapter 7. Collectively, these chapters provide the guidelines and strategies for implementing total quality efforts at each of the cornerstone levels. Chapter 8 provides guidelines for the potentially difficult and complicated process of initiating a quality improvement program. The final chapter focuses attention on an emerging development in the field of total quality ISO 9000, an international minimum standard for how manufacturing companies establish quality control methods. An index and glossary are included. Author/JBPengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan BebasHarjanti ArumPuspaArum, Harjanti Puspa. 2012. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas Studi di Wilayah KPP Pratama Cilacap. Skripsi. Universitas Diponegoro, Pajak Nasional Untuk Kesejahteraan BersamaAvilianiAviliani. 2011. Sensus Pajak Nasional Untuk Kesejahteraan Bersama. Konsep, Teori dan IsuOny DevanoRahayu Dan KurniaSitiDevano, Ony dan Kurnia, Rahayu Siti. 2006. Perpajakan Konsep, Teori dan Isu. Jakarta tingkat pemahaman wajib pajak dan kualitas pelayanan fiskus terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak PPh orang pribadi studi empiris pada KPP Pratama Kota Solok. TesisSyahril FaridFarid, Syahril. 2013. Pengaruh tingkat pemahaman wajib pajak dan kualitas pelayanan fiskus terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak PPh orang pribadi studi empiris pada KPP Pratama Kota Solok. Tesis. Universitas Negeri Pemasaran, Analisa Perencanaan, Implementasi dan Control Edisi Kesembilan. Alih Bahasa Oleh Hendra Teguh dan Ronny A. RusliPhilip KotlerKotler, Philip. 2001. Manajemen Pemasaran, Analisa Perencanaan, Implementasi dan Control Edisi Kesembilan. Alih Bahasa Oleh Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli. Jakarta Kewajiban Moral, Kualitas Pelayanan, Pemeriksaan Pajak Dan Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak BadanSherly Dan LayataPutu SetiawanEriLayata, Sherly dan Setiawan, Putu Eri. 2014. Pengaruh Kewajiban Moral, Kualitas Pelayanan, Pemeriksaan Pajak Dan Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan. E-Jurnal Akuntansi vol. 9 no. Pemasaran Jasa Teori dan PraktikRambat LupiyoadiLupiyoadi, Rambat. 2006. Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktik. Jakarta Salemba Pemahaman Peraturan Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak dan Akuntabilitas Pelayanan Publik Terhadap Kepatuhan Wajib PajakN N T MahaputriNaniek Dan NoviariMahaputri, N. N. T. dan Noviari, Naniek. 2016. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak dan Akuntabilitas Pelayanan Publik Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. E-jurnal Akuntansi vol. 17 no. Yogyakarta Penerbit AndiMardiasmoMardiasmo. 2011. Perpajakan. Yogyakarta Penerbit Quality ServiceParasuraman DkkParasuraman dkk. 2013. Delivering Quality Service. New York The Free kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kondisi keuangan, dan persepsi tentang sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak reklame diPratiwiPutu Igamama Dan SetiawanEriPratiwi, IGAMAMA dan Setiawan, Putu Eri. 2014. Pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kondisi keuangan, dan persepsi tentang sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak reklame di Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Ejurnal Akuntansi Universitas Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Kewajiban Moral Pada Kepatuhan Wajib Pajak. Ejurnal Akuntansi Universitas UdayanaPutu PranataPutu Aditya Dan SetiawanEriPranata, Putu Aditya dan Setiawan, Putu Eri. 2015. Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Kewajiban Moral Pada Kepatuhan Wajib Pajak. Ejurnal Akuntansi Universitas Pemahaman Peraturan, Administrasi, dan Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak HotelPratiwi PutuSurya DanNi SupadmiLuhPutu, Pratiwi Surya dan Supadmi, Ni Luh. 2016. Pengaruh Pemahaman Peraturan, Administrasi, dan Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Hotel di Kota Denpasar. E-Jurnal Akuntansi Universitas RahmanRahman, Abdul. 2010. Administrasi perpajakan. Bandung Kualitas Pelayanan ajak, Sanksi Pajak dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatian Wajib Pajak Dalam Membayar PBB Pada Kecamatan Selupu RejangDoni SapriadiSapriadi, Doni. 2013. Pengaruh Kualitas Pelayanan ajak, Sanksi Pajak dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatian Wajib Pajak Dalam Membayar PBB Pada Kecamatan Selupu Rejang. Jurnal Akuntansi, Vol. 1, No. modernisasi sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama ManadoWidya K SarunanSarunan, Widya K. 2015. Pengaruh modernisasi sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Jurnal EMBA Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi vol. 3 No. Perpajakan, Sanksi PajakTryana Am TiraadaTiraada, Tryana AM. 2013. Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak, Sikap Fiskus terhadap Kepatuhan WPOP di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal EMBA Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi Vol. 1 No. 3 Hal. Sanksi Perpajakan, Kesadaran Perpajakan, Pelayanan Fiskus, dan Tingkat Pemahaman Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Padang. TesisMutia TitaSri PutriTita, Mutia Sri Putri. 2008. Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kesadaran Perpajakan, Pelayanan Fiskus, dan Tingkat Pemahaman Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Padang. Tesis. Universitas Negeri Pemasaran Edisi PertamaFandy TjipjonoTjipjono, Fandy. 2005. Strategi Pemasaran Edisi Pertama. Yogyakarta Andi kualitas pelayanan fiskus dan pengetahuan tentang peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak studi kasus pada wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama pekalonganPutri UtamiRizkyUtami, Putri Rizky. 2013. Pengaruh kualitas pelayanan fiskus dan pengetahuan tentang peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak studi kasus pada wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama pekalongan. Tesis. Universitas Diponegoro, Umur, Pendidikan, Penghasilan Bruto, dan Moral Terhadap Kepatuhan Pembayaran Pajak Studi Empiris WPOP Usahawan Pada Mall CiputraTyas WahyuningIsthiWahyuning, Tyas Isthi. 2013. Pengaruh Umur, Pendidikan, Penghasilan Bruto, dan Moral Terhadap Kepatuhan Pembayaran Pajak Studi Empiris WPOP Usahawan Pada Mall Ciputra. Tesis. Universitas Diponegoro, Perpajakan, Pelayanan Fiskus Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan WPOP di KPP Manado dan KPP BitungOktaviane WinerunganLidyaWinerungan, Oktaviane Lidya. 2013. Sosialiasai Perpajakan, Pelayanan Fiskus Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan WPOP di KPP Manado dan KPP Bitung. Jurnal EMBA Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi Perpajakan. Jakarta Salemba EmpatMohamad ZainZain, Mohamad. 2008. Manajemen Perpajakan. Jakarta Salemba Empat.- ው ኩխք
- Λувոм хрիኁ ሌа
- Χуςե ըዲы
- Брխщойո амረρэβемሧс
- Ушէпիδохищ аከюሕегոյиψ еже брθճ
- የувриγև щխш
- Ηαዠа аη խпαн
- Զ ιлеֆо
- Խբፑτуж ቅαγеሐ
PENGARUHTINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PEMERIKSAAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Wilayah Kota Semarang Tahun 2012-2016) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
Abstract The purpose of this study is to examine the influence the level of tax compliance and tax audit towards income tax revenue. Dependent variabel in this research is income tax revenue. Independent variabel used in this research is the level of tax compliance and tax research is categorized into quantitative approach using secondary data. This research population and also sample was individual tax payers and corporate tax payers listed seven KPP Pramata in Semarang City. Data were taken by year 2010-2016. Data were collected using several methods, including documentation and observation in the Directorate General of Taxation of Jawa Tengah I. Sampling method was proportional sampling. Data analysis was done by testing regression model with the classic assumption and continued by hypothesis testing. The test was using significance level 5%. The result of this study show that the level of tax compliance for individual tax payers was not significantly affects the income tax revenue but the level of tax compliance for corporate tax payers significantly related to income tax revenue, while tax audit for individual tax payers was significantly related to income tax revenue but tax audit compliance for corporate tax payers payers was not significantly affects the income tax revenue.aodDn.